Isu paspor ganda kerap kali menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki latar belakang perkawinan campuran atau riwayat tinggal di luar negeri. Pertanyaan mengenai legalitas kepemilikan dua paspor sekaligus, serta konsekuensinya, menjadi sangat relevan dalam konteks hukum keimigrasian di Indonesia.

Memahami secara mendalam regulasi yang berlaku adalah kunci untuk menghindari kesalahpahaman atau bahkan pelanggaran hukum yang dapat berujung pada sanksi serius. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai aturan paspor ganda di Indonesia, dampaknya, serta pengecualian yang berlaku, khususnya bagi anak-anak dengan kewarganegaraan ganda terbatas.
Baca Juga: Kewarganegaraan Ganda: Definisi, Manfaat, dan Tantangan
Table of Contents
ToggleMemahami Asas Kewarganegaraan Tunggal di Indonesia
Indonesia memiliki kebijakan yang jelas terkait kewarganegaraan, yaitu asas tunggal yang membatasi kepemilikan dua kewarganegaraan sekaligus. Kebijakan ini merupakan fondasi utama dalam sistem hukum keimigrasian kita, yang dirancang untuk menjaga integritas identitas nasional dan kedaulatan negara. Penjelasan lebih lanjut mengenai konsep ini akan membantu Anda memahami mengapa kepemilikan paspor ganda bagi WNI dewasa merupakan hal yang tidak diperbolehkan.
1. Konsep Dasar Kewarganegaraan Tunggal
Asas kewarganegaraan tunggal, atau single citizenship, adalah prinsip bahwa seseorang hanya dapat menjadi warga negara dari satu negara pada satu waktu. Dalam konteks Indonesia, hal ini berarti seorang individu harus memilih antara menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sepenuhnya dengan hak dan kewajiban yang melekat, atau menjadi warga negara asing dengan segala konsekuensinya. Konsep ini tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Tujuannya adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan menghindari konflik loyalitas yang mungkin timbul jika seorang individu memegang dua kewarganegaraan secara bersamaan. Apabila seseorang memiliki loyalitas ganda, dikhawatirkan akan muncul kompleksitas dalam hal hak dan kewajiban, terutama dalam situasi konflik kepentingan antarnegara. Oleh karena itu, hukum Indonesia secara tegas menyatakan bahwa WNI tidak diizinkan untuk memegang paspor ganda, baik itu paspor Indonesia bersamaan dengan paspor negara lain. Ketentuan ini menjadi landasan bagi setiap WNI, di mana pun mereka berada, untuk hanya memiliki satu identitas kewarganegaraan yang sah di mata hukum Indonesia.
2. Sanksi dan Konsekuensi bagi WNI Dewasa
Melanggar asas kewarganegaraan tunggal dengan memiliki paspor ganda bukanlah perkara sepele. Bagi WNI dewasa yang diketahui memegang paspor dari negara lain, ada konsekuensi hukum yang serius. Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) memiliki wewenang penuh untuk mengambil tindakan tegas.
Tindakan awal yang akan dilakukan oleh Wasdakim adalah meminta WNI tersebut untuk memilih salah satu kewarganegaraan. Ini berarti individu tersebut harus secara resmi melepaskan salah satu paspor yang dimilikinya. Apabila ia memilih untuk mempertahankan paspor asingnya, maka status Kewarganegaraan Indonesia-nya akan dicabut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 23 huruf (h) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menyatakan bahwa WNI akan kehilangan kewarganegaraan Indonesia apabila memiliki paspor dari negara lain.
Penting untuk dipahami bahwa kepemilikan paspor ganda oleh WNI dewasa tidak hanya berimplikasi pada pencabutan kewarganegaraan, tetapi juga bisa berujung pada sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga pelanggaran terhadap kedaulatan negara. Kami melihat bahwa pemerintah melalui instansi terkait, seperti Kantor Imigrasi, sangat serius dalam menegakkan aturan ini dan terus melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak terjebak dalam situasi yang merugikan. Kepatuhan terhadap aturan ini adalah kunci untuk menjaga status kewarganegaraan yang sah di Indonesia.
Pengecualian: Kewarganegaraan Ganda Terbatas untuk Anak
Meskipun prinsipnya tunggal, ada pengecualian khusus untuk anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran yang memungkinkan mereka memiliki kewarganegaraan ganda terbatas hingga usia tertentu. Pengecualian ini mengakomodasi realitas sosial di mana perkawinan antarwarga negara berbeda semakin lumrah terjadi di era globalisasi ini. Kebijakan ini menunjukkan fleksibilitas pemerintah dalam menanggapi dinamika demografi, sambil tetap menjaga prinsip utama kewarganegaraan.
1. Definisi dan Kriteria Anak Berkewarganegaraan Ganda
Anak berkewarganegaraan ganda adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada anak-anak yang memiliki dua status kewarganegaraan secara bersamaan, namun dengan batasan waktu. Data menunjukkan, kriteria ini secara spesifik berlaku untuk beberapa kategori anak, antara lain:
- Anak yang lahir dari perkawinan sah antara ayah WNI dengan ibu WNA.
- Anak yang lahir dari perkawinan sah antara ayah WNA dengan ibu WNI.
- Anak yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu WNA namun diakui oleh ayah WNI sebagai anaknya, dan pengakuan ini dilakukan sebelum anak berusia 18 tahun atau belum menikah.
- Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu WNI, namun karena ketentuan dari negara tempat lahir anak tersebut memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
- Anak WNI yang lahir di luar perkawinan sah, belum berusia 18 tahun atau belum menikah, namun diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing, tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
- Anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh Warga Negara Asing berdasarkan penetapan pengadilan, tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kriteria-kriteria ini sangat penting untuk dipahami karena menjadi dasar penentuan apakah seorang anak memenuhi syarat untuk memiliki status kewarganegaraan ganda terbatas. Ini adalah langkah konkret pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian identitas bagi anak-anak dalam situasi perkawinan campuran.
2. Batas Usia dan Kewajiban Memilih Kewarganegaraan
Status kewarganegaraan ganda bagi anak-anak ini bersifat terbatas. Artinya, mereka tidak dapat memegang status tersebut selamanya. Umumnya, batas usia bagi anak untuk memiliki kewarganegaraan ganda terbatas adalah hingga usia 18 tahun atau 21 tahun, tergantung pada ketentuan spesifik dan kapan anak tersebut lahir (sebelum atau setelah 1 Agustus 2006).
Setelah anak mencapai usia yang ditentukan tersebut (misalnya 18 tahun dan/atau belum menikah, atau 21 tahun), mereka memiliki kewajiban untuk memilih salah satu kewarganegaraan yang akan dipegangnya. Proses pemilihan kewarganegaraan ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini adalah momen krusial di mana anak atau orang tua mereka harus membuat keputusan yang akan menentukan identitas kewarganegaraan permanen anak tersebut. Pemilihan ini tidak hanya memengaruhi status kewarganegaraan, tetapi juga hak dan kewajiban mereka di masa depan. Kegagalan untuk memilih pada waktunya dapat berakibat pada hilangnya salah satu kewarganegaraan secara otomatis, sehingga penting untuk proaktif dalam mengikuti prosedur ini.
3. Peran Perkawinan Campuran dalam Status Anak
Perkawinan campuran, yaitu perkawinan antara dua individu yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan, memainkan peran sentral dalam isu paspor ganda terbatas untuk anak. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur definisi perkawinan campuran ini, yang semakin relevan di era modern.
Dampak dari perkawinan campuran tidak hanya dirasakan oleh pasangan suami-istri, tetapi secara signifikan memengaruhi status hukum anak-anak mereka. Anak yang lahir dari perkawinan campuran, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, secara otomatis dapat memiliki kewarganegaraan ganda. Inilah yang menjadi dasar legal bagi anak-anak tersebut untuk, pada periode tertentu, memiliki dua paspor, yakni paspor Indonesia dan paspor asing.
Fenomena ini adalah cerminan dari masyarakat yang semakin global, di mana batas negara semakin kabur dalam konteks hubungan pribadi. Pemerintah Indonesia menyadari kompleksitas ini dan menyediakan kerangka hukum untuk mengakomodasi anak-anak hasil perkawinan campuran, memberikan mereka pilihan di kemudian hari, dan memastikan bahwa hak-hak dasar mereka, termasuk hak untuk memiliki identitas, tetap terjamin. Ini adalah langkah yang bijaksana dalam menghadapi dinamika sosial tanpa mengorbankan prinsip kedaulatan negara.
Pilihan Dokumen Keimigrasian: Paspor RI atau Affidavit?
Bagi anak-anak dengan status kewarganegaraan ganda terbatas, ada dua opsi utama dokumen keimigrasian yang perlu dipahami untuk perjalanan di Indonesia. Kedua dokumen ini memiliki fungsi serupa, namun dengan peruntukan dan persyaratan yang berbeda. Memilih dokumen yang tepat sangat penting untuk memastikan kelancaran aktivitas keimigrasian anak.
1. Fungsi dan Perbedaan Paspor RI dan Affidavit
Baik paspor RI maupun affidavit dapat digunakan oleh anak berkewarganegaraan ganda untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia. Namun, ada perbedaan mendasar dalam fungsi keduanya.
- Paspor RI: Ini adalah dokumen identitas dan perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jika seorang anak berkewarganegaraan ganda memilih untuk menggunakan paspor RI, maka ia diperlakukan sepenuhnya sebagai Warga Negara Indonesia saat berada di wilayah Indonesia. Tidak ada dokumen tambahan seperti affidavit yang diperlukan. Paspor RI bagi anak dwikeca biasanya akan dibubuhi cap khusus yang menunjukkan status kewarganegaraan gandanya.
- Affidavit: Ini adalah dokumen keimigrasian khusus yang melekat pada paspor asing anak berkewarganegaraan ganda. Fungsi utama affidavit adalah menggantikan visa dan izin tinggal bagi anak yang memiliki paspor asing, sekaligus memberikan fasilitas keimigrasian tertentu di Indonesia. Fasilitas ini meliputi pembebasan dari kewajiban memiliki visa, pembebasan dari kewajiban memiliki izin keimigrasian dan izin masuk kembali, serta pemberian tanda masuk atau tanda keluar yang diperlakukan layaknya warga negara Indonesia.
Intinya, jika anak menggunakan paspor asing, affidavit adalah wajib sebagai pelengkap agar ia dapat menikmati fasilitas keimigrasian di Indonesia. Sebaliknya, bagi yang memilih menggunakan paspor RI, maka tidak perlu mengurus affidavit. Pilihan ini bergantung pada kebutuhan dan preferensi orang tua, serta pertimbangan kemudahan dalam perjalanan internasional anak.
2. Prosedur Permohonan Affidavit
Bagi orang tua yang memutuskan untuk menggunakan paspor asing anak dan melengkapinya dengan affidavit, terdapat serangkaian persyaratan yang perlu dipenuhi dan prosedur yang harus diikuti. Proses permohonan ini dilakukan di kantor imigrasi setempat.
Dokumen-dokumen yang umumnya diperlukan untuk permohonan affidavit meliputi:
- Surat Permohonan
- Formulir aplikasi yang telah diisi lengkap
- E-KTP kedua orang tua
- Kartu Keluarga
- Akta Kelahiran anak
- Akta Perkawinan orang tua
- Paspor kedua orang tua (baik WNI maupun WNA)
- Paspor Asing anak yang masih berlaku
Selain dokumen-dokumen tersebut, penting juga untuk memiliki bukti pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda sebelumnya. Bagi anak yang lahir sebelum tanggal 1 Agustus 2006, mungkin juga diperlukan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tentang Kewarganegaraan Indonesia. Memastikan semua dokumen lengkap dan sah akan mempercepat proses permohonan. Proses ini membutuhkan ketelitian, namun dengan persiapan yang matang, dapat diselesaikan dengan lancar.
3. Prosedur Permohonan Paspor RI bagi Anak Dwikeca
Jika orang tua memilih untuk mengajukan paspor RI bagi anak berkewarganegaraan ganda terbatas, ada persyaratan yang berbeda yang harus dipenuhi. Permohonan ini juga diajukan di kantor imigrasi.
Persyaratan umum yang dibutuhkan untuk permohonan paspor RI bagi anak dwikeca meliputi:
- E-KTP kedua orang tua
- Kartu Keluarga
- Akta Kelahiran anak
- Akta Perkawinan/Surat Nikah orang tua/Ijazah/Surat Baptis (sebagai bukti hubungan keluarga)
- Surat Pewarganegaraan Indonesia (jika salah satu orang tua adalah WNA yang memperoleh kewarganegaraan RI sesuai peraturan perundang-undangan)
- Surat Penetapan Ganti Nama, apabila yang bersangkutan telah mengganti namanya.
- Paspor lama anak (jika sudah pernah memiliki paspor sebelumnya).
Seperti halnya permohonan affidavit, kelengkapan dokumen adalah kunci keberhasilan proses ini. Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bogor, misalnya, telah mengingatkan bahwa paspor RI bagi subjek anak kewarganegaraan ganda tidak boleh melebihi batas usia anak tersebut, menekankan pentingnya pemahaman akan batasan waktu ini. Memilih untuk mengurus paspor RI adalah langkah yang memberikan anak identitas kebangsaan yang jelas di mata hukum Indonesia, sekaligus memudahkan berbagai urusan domestik.
Dasar Hukum dan Lembaga Terkait
Kebijakan mengenai paspor ganda dan kewarganegaraan ini diatur dengan jelas dalam perundang-undangan Indonesia dan ditegakkan oleh lembaga-lembaga berwenang. Pemahaman akan dasar hukum ini esensial bagi setiap individu yang ingin memastikan kepatuhan terhadap aturan negara.
1. Undang-Undang dan Peraturan yang Mengatur
Landasan hukum utama yang mengatur kewarganegaraan dan isu paspor ganda di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-undang ini secara eksplisit mengatur asas kewarganegaraan tunggal dan pengecualian bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda terbatas. Pasal-pasal di dalamnya memberikan kerangka hukum yang komprehensif mengenai siapa yang dapat menjadi WNI, bagaimana status kewarganegaraan dapat hilang, dan ketentuan khusus untuk kasus-kasus perkawinan campuran.
Selain itu, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian juga sangat relevan. Peraturan ini memberikan detail prosedural mengenai bagaimana anak-anak dengan kewarganegaraan ganda dapat didaftarkan dan bagaimana mereka dapat memperoleh fasilitas keimigrasian melalui affidavit. Adanya dasar hukum yang kuat ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatur isu ini, menyediakan panduan yang jelas bagi masyarakat, dan memberikan jaminan hukum bagi warga negaranya.
2. Peran Direktorat Jenderal Imigrasi dalam Penegakan Aturan
Direktorat Jenderal Imigrasi, yang berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, memiliki peran krusial dalam penegakan aturan mengenai paspor ganda dan kewarganegaraan. Instansi ini adalah garda terdepan dalam memastikan bahwa setiap individu yang masuk dan keluar wilayah Indonesia mematuhi peraturan yang berlaku.
Kantor-kantor Imigrasi di seluruh Indonesia, seperti Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Banggai, secara aktif melakukan sosialisasi dan penegakan hukum terkait larangan paspor ganda bagi WNI dewasa. Pejabat Imigrasi, seperti Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Ridwan Arifin, dan Kepala Kantor Imigrasi, Octaveri, secara konsisten menegaskan bahwa WNI tidak boleh memiliki dua paspor. Mereka juga menjelaskan bahwa kepemilikan paspor asing oleh WNI dapat memicu pencabutan kewarganegaraan Indonesia.
Peran Imigrasi tidak hanya sebatas penindakan, tetapi juga edukasi. Mereka menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat mengenai prosedur pengurusan paspor, affidavit, dan pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda. Ini menunjukkan komitmen Imigrasi untuk menciptakan kesadaran publik yang lebih baik mengenai hukum kewarganegaraan, sehingga masyarakat dapat bertindak sesuai dengan ketentuan yang ada dan menghindari masalah hukum di kemudian hari.
Secara keseluruhan, pemahaman yang mendalam tentang aturan paspor ganda di Indonesia adalah hal yang tidak bisa ditawar. Dengan adanya kerangka hukum yang jelas dan peran aktif lembaga seperti Direktorat Jenderal Imigrasi, setiap individu diharapkan dapat mematuhi ketentuan yang berlaku demi menjaga kepastian hukum dan status kewarganegaraan mereka di negara ini.